Ahlan Wa Sahlan Bikum




"ASSALAMUALAIKUM, AHLAN WA SAHLAN"

Jumat

"Tidur dalam keadaan junub"















Bab tidur dalam keadaan junub
Oleh : Handaris Sholihin
Pembimbing : Dr. Ahmad Zain An Najah
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ : أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ - رضي الله عنه - قَالَ : (( يَا رَسُولَ اللَّهِ , أَيَرْقُدُ أَحَدُنَا وَهُوَ جُنُبٌ ؟ قَالَ : نَعَمْ , إذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَرْقُدْ ))
          Abdullah bin Umar menuturkan bahwa Umar bin Al-Khotob Ra mengatakan, “ Wahai Rosulallah, apakah salah seorang diantara kami diperbolehkan tidur dalam keadaan junub? “ nabi menjawab, “ Boleh, jika dia sudah berwudhu maka dia boleh tidur meskipun dalam keadaan junub."
Asalnya dalam Ash shohain[1] ,Tetapi tanpa penambahan kata (jika dia mau ), hanya saja, pentashihan dari orang yang menyebutkannya, ia meriwayatkan dalam kitab Ash-Shahih dari kitabnya  sudah cukup untuk menjadi pegangan. Dan diperkuat dengan hadist, “ Dan beliau tidak menyentuh air,” dan tidak membutuhkan penakwilan At-Tirmidzi. Juga memperkuat hukum asal, yakni tidak diwajibkan berwudhu bagi orang yang ingin tidur dalam keadaan junub, sebagai mana pendapat jumhur ulama.[2]
Berwudhu ketika hendak tidur setelah melakukan hubungan badan, hukumnya sunah muakkad (sunah yang ditekankan). Di antara dalil yang menunjukkan hal itu adalah beberapa hadis berikut:
Pertama: Hadis dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak makan atau tidur, sementara beliau sedang junub, maka beliau mencuci farji-nya dan berwudhu sebagaimana wudhu ketika shalat.[3]
Kedua: Riwayat dari Ibnu Umar, bahwa Umar bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, apakah seseorang boleh tidur dalam keadaan junub?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, boleh, apabila dia berwudhu.” Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya boleh, dan dia berwudhu dahulu jika mau.” [4]
Ketiga: Hadis dari Ammar bin Yasir radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga hal yang tidak didekati malaikat: bangkai orang kafir, laki-laki yang melumuri dirinya dengan parfum wanita, dan orang junub sampai dia berwudhu.” [5]
Setelah menyebutkan beberapa hadis di atas, Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengatakan, “Hadis di atas menunjukkan tidak wajibnya berwudhu untuk orang junub, dan ini adalah pendapat mayoritas ulama.”[6]
KESIMPULAN
Boleh bagi orang yang junub mengakhirkan mandinya[7] Hal ini karena adanya riwayat Ghudhaif ibnul Harits, ia berkata: “Aku pernah bertanya kepada Aisyah x: “Apakah engkau melihat Rasulullah r mandi janabah di awal atau di akhir malam?” Aisyah x menjawab: “Terkadang beliau mandi di awal malam dan terkadang beliau mandi di akhir malam.” Ghudhaif berkata: “Allahu Akbar! Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kelapangan dalam perkara ini.”
          Ketika men-syarah (menerangkan) hadits Abu Hurairah z yang telah disebutkan di atas, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani t berkata: “Hadits ini menunjukkan bolehnya meng-akhirkan mandi dari awal waktu diwajib-kannya mandi tersebut.” [8]

REFERENSI
1.    Umdatul Ahkam, Syaikh Abdul Ghoni Al Maqdisi
2.      Subulus Salam Syarah bulugul maram, Muhammad Jabir As Qolani
3.     Fathul Bari, Hajaar Al-Asqolani

















[1] .Shohih Al-Bukhori (283) dan Shohih Muslim (306)
[2] . Subulus Salam
[3] . (HR. Bukhari dan Muslim)
[4] . HR. Bukhari, Muslim, dan Abu ‘Awanah)
[5] . (HR. Abu Daud; dinilai sahih oleh Al-Albani)
[6] . Al-Ikhtiyarat Al-Fiqhiyah lil Imam Al-Albani, hlm. 341–342,
[7] . (Nailul Authar 1/305).
[8].  (Fathul Bari 1/507)

0 komentar: