Ahlan Wa Sahlan Bikum




"ASSALAMUALAIKUM, AHLAN WA SAHLAN"

Jumat

Syarah Aqidah ath –Thahawiyah




Oleh : Handaris Sholihin

Matan ke 97101.[1] ( tugas presentasi ke 4)
97 - وَعُلَمَاءُ السَّلَفِ مِنَ السَّابِقِينَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنَ التَّابِعِينَ أَهْلِ الْخَيْرِ وَالْأَثَرِ وَأَهْلِ الْفِقْهِ وَالنَّظَرِ لَا يُذْكَرُونَ إِلَّا بِالْجَمِيلِ وَمَنْ ذَكَرَهُمْ بِسُوءٍ فهو على غير السبيل

97. Para ‘ulama As-Salaf terdahulu [para sahabat}dan yang sesudah mereka dari kalangan Tabi’in adalah pelaku kebaikan dan ahli hadits, ahli fiqih, dan ahli ushul. Mereka semuanya harus disebutkan kebaikannya. Barangsiapa yang menjelek-jelekkan mereka, maka dia tidak berada di atas jalan mereka (para sahabat).
Para ulama ada dua kelompok :
Kelompok pertama, Ulama Atsar, yaitu para ahlu hadits yang memeberikan perhatian kepada sunnah Nabi, menghafal ( menjaganya) dan membelanya, untuk \kemudian mereka sampaikan kepada ummat Rasul. Mereka menjauhkannya dari setiap unsur yang masuk ke dalamnya dan membersihkannya dari setiap kebohongan. Mereka menyingkirkan hadits – hadits palsu, menjelaskannya dan membatasinya agar tidak tersebar luas. Mereka ini dinamakan Ulama Riwayat.
Kelompok kedua, Ulama Fikih. Yaitu para ulama yang mengeluarkan kesimpulan kesimpulan hukum dari dalil – dalil tersebut, menjelaskan kandungan fikihnya, dan menjabarkannya serta menjelaskannya kepada orang bayak. Mereka ini dinamakan Ulama Dirayah.
Dan diantara mereka ada yang menyatukan kedua ilmu tersebut. Dan mereka di namakan Ahli Fikih Ulama Hadits, seperti Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Asy –Syafi’e, dan Imam Al – Bukhari.
Semua ulama itu memiliki keutamaan, dan Nabi memujinya dan mendo’akan mereka. Dan siapa yang mencela mereka itu, maka dia telah menantang Allah Ta'ala untuk perang. Bahkan siapa yang mencela dan mencaci kaum muslimin dan menyakiti mereka, maka kami telah kemukakan, bahwa ini termasuk diantara dosa – dosa besar.[2] Dan sebaliknya golongan Syiah tidak menerima riwayat – riwayat Ahlu Sunnah, mereka mencela Ahlu hadits. Seperti mereka mencela Abu Hurairah yang mereka katakan bahwa riwayat –riwayat yang datang dari Abu Hurairah penuh dengan kebohongan. Ini disebutkan dalam salah satu kitab Syiah, bahkan tidak hanya Abu Hurairah, banyak lagi sahabat – sahabat yang mereka cela dengan dalil taqiyah.[3]
Fikih ada dua bagian :
Bagian pertama : Al- Fiqh al – Akbar, yaitu fikih Akidah.
Bagian kedua : Fikih Amaliah, yang tidak lebih kecil urgensinya dari pada Fikih Akidah, yaitu fikih hukum – hukum yang berkaitan langsung dengan amal.[4]

98 - وَلَا نُفَضِّلُ أَحَدًا مِنَ الْأَوْلِيَاءِ عَلَى أَحَدٍ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ وَنَقُولُ: نَبِيٌّ وَاحِدٌ أفضل من جميع الأولياء

98. Kita tidak mengutamakan salah seorangpun di antara para wali Allah di atas seorang Nabi ‘Alaihi As-Sallam. Bahkan kita mengatakan bahwa seorang saja dari para Nabi itu lebih utama dibanding seluruh para wali.
Ibnu Abil 'Iz berkata,[5] "Dengan perkataan tersebut, Imam Ath Thahawi secara halus membantah golongan penganut Wihdatul Wujud dan para penganut ajaran tasawuf. Memang, kalau tidak seperti di atas, berarti orang-orang yang istiqamah dengan agamanya tidak mengikuti ilmu dan syari'at. Padahal Allah telah mewajibkan seluruh makhluk-Nya untuk mengikuti para Rasul. Allah berfirman,"Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah."[6]
            Banyak orang seperti mereka beranggapan bahwa dengan ibadah yang sungguh-sungguh dan membersihkan hati, mereka akan mampu menyamai para Nabi. Bahkan, sebagian dari mereka ada yang beranggapan telah mampu melebihi derajat para Nabi.
            Sebagian dari mereka mengatakan, "Sesungguhnya para Nabi dan para Rasul mengambil ilmu tentang Allah dari 'lobang cincin para wali' dan akulah cincin para wali tersebut!"
            Perkataan tersebut hakekatnya sesat seperti sesatnya perkataan Fir'aun. Karena perkataan tersebut mengklaim bahwa segala yang ada ini terjadi dengan sendirinya, tanpa ada yang menciptakannya. Akan tetapi, mereka yang mengatakan parkataan tersebut masih beriman dengan perkataan Allah. Sedangkan Fir'aun secara terang-terangan mengingkari adanya Allah, meskipun dalam hatinya sebenarnya dia lebih tahu tentang Allah daripada mereka. Dia menetapkan adanya pencipta alam semesta. Sedangkan mereka menganggap segala yang ada di alam ini pada hakekatnya makhluk dan sekaligus penciptanya. Anggapan ini dipegangi oleh Ibnu 'Arabi dan orang-orang yang sealiran dengannya. Ibnu 'Arabi, tatkala syariat tidak mampu merubah dirinya, menurut anggapan sesatnya, dia berkata, "Kenabian telah berhenti, tetapi kewalian tidak akan pernah berhenti." Dia beranggapan bahwa kewalian lebih agung daripada kenabian dan keutamaan-keutamaan yang dimiliki oleh para Nabi dan Rasul. Dia juga beranggapan bahwa para Nabi mengambil manfaat dari para wali.
99 - وَنُؤْمِنُ بِمَا جَاءَ مِنْ كَرَامَاتِهِمْ وَصَحَّ عَنِ الثقات من رواياتهم

99. Kita mengimani adanya karomah-karomah mereka dan segala riwayat tentang mereka yang dinukil dari para perawi yang tepercaya.
            Sangat tepat jika Imam Ath Thahawi memberi batasan dan segala riwayat yang shahih tentang (karamah) mereka yang dinukil dari para periwayat yang terpercaya. Karena, banyak orang, lebih-lebih orang belakangan ini membawakan riwayat tentang karamah para wali secara berlebih-lebihan. Dalam riwayat-riwayat yang mereka bawakan banyak mengandung kebatilan-kebatilan yang tidak masuk akal, bahkan terkadang terjebak ke dalam tindakan syirik akbar.
            Karomah adalah perkara yang terjadi di luar kebiasaan yang Allah tampakkan lewat seorang hamba yang shaleh baik dalam keadaan hidup atau mati, sebagai pertanda kemuliaannya yang dengannya dia dapat menolak bahaya atau mendatangkan manfaat atau memenangkan yang haq[7]. Hal tersebut tidak dimiliki hamba yang shaleh tadi kecuali jika Allah memberinya. Sebagaimana Rasulullahe tidak dapat mendatangkan mu’jizat dari dirinya, tetapi semua itu dari Allah semata. Allah ta’ala berfirman:
وَقاَلُوا لَوْ لاَ أُنْزِلَ عَلَيْهِ ءَاياَتٌ مِنْ رَبِّهِ قُلْ إِنَّمَا الآياَتُ عِنْدَ اللهِ وَإِنَّمَا أَنَا نَذِيْرٌ مُبِيْنٌ
Dan orang-orang kafir Mekkah berkata: “ Mengapa tidak diturunkan kepadanya mukjizat-mukjizat dari Tuhannya ?”, katakanlah : “ Sesung-guhnya mukjizat-mukjizat itu terserah kepada Allah. Dan sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan yang nyata[8]
Demikian juga orang shalih tidak mengatur jagad raya baik yang di langit maupun di bumi, kecuali apa yang Allah berikan lewat sebab-sebab sebagaimana manusia pada umumnya, seperti bertani, membangun, berdagang dan yang semacamnya dari perbuatan manusia atas izin Allah ta’ala. Dan tidak mungkin mereka memberikan syafa’at sedang mereka di alam barzakh kepada seseorang makhluk baik dia dalam keadaan hidup atau telah meninggal.
            Diantara prinsip Ahlu Sunnah wal Jama'ah adalah membenarkan adanya karomah para wali yaitu apa - apa yang Allah perlihatkan melalui tangan - tangan sebagian mereka. sedang golongan yang mengingkari adanya karomah - karomah tersebut diantaranya Mu'tazilah dan Jahmiyah yang pada hakikatnya mereka mengingkari sesuatu yang diketahuinya. akan tetapi kita harus mengetahui ada sebagian manusia pada zaman kita sekarng yang sesat dalam masalah karomah, bahkan berlebih - lebihan, sehingga memasukkan apa - apa yang sebenarnya bukan termasuk karomah baik berupa jampi - jampi, pekerjaan ahli sihir, syetan - syetan dan para pendusta. perbedaan karomah dan kejadian luar biasa lainya itu jelas, karomah adalah kejadian  luar biasa yang diperlihatkan Allah kepada para hambaNya yang shalih, sedang sihir adalah keluar biasaan yang biasa diperlihatkan para tukang sihir dari orang - orang kafir dan atheis dengan maksud untuk menyesatkan manusia dan mengeruk harta - harta mereka. karomah bersumber pada keta'atan, sedang sihir bersumber pada kekafiran dan maksiat.[9]
            Kitab Thabaqat Auliya` karya Asy Sya'rani salah satu kitab yang banyak membawakan cerita-cerita batil seperti itu. Dalam kitab tersebut terdapat perkataan salah satu wali mereka, katanya, "Saya pernah berkata terhadap suatu perkara, 'Jadilah!' ternyata jadilah perkara tersebut selam dua puluh tahun menjadi adzab terhadap Allah." Maha Suci Allah dari perkataan orang-orang dzalim seperti itu. “ sufiyah : kalo mereka tidak menghendaki kiamat maka dia tidak akan kiamat, Mu’tazilah : Mereka tidak mendapatkan karomah.
            Kita bisa mendapatkan beberapa karamah yang benar dari beberapa sahabat dalam kitab Riyadhush Shalihin karya Imam An Nawawi.
            Ini adalah pembahasan yang sangat besar, yaitu pembahasan tentang karamah – karamah. Karamah adalah sesuatu yang diluar kebiasaan. Jika terjadi pada diri seorang nabi, maka itu adalah Mukzijat, seperti Al –Qur’an yang turun padanya. Dimana jin dan manusia tidak mampu memberikan persmisalan sepertinya. Juga seperti mukzijat tongkat Nabi Musa, sembilan tanda kekuasaan Allah, dan juga seperti menghidupkan orang yang sudah mati merupakan Mukzijat Nabi Isa bin Maryam.
            Perinsipnya : hendaklah kita melihat kepada amalnya, jika sesuai dengan islam, maka apa yang terjadi padanya adalah karamah, dan jika tidak maka itu hanya pengabdian setan untuknya.
100 - وَنُؤْمِنُ بِأَشْرَاطِ السَّاعَةِ مِنْ خُرُوجِ الدَّجَّالِ وَنُزُولِ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ مِنَ السَّمَاءِ وَنُؤْمِنُ بِطُلُوعِ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَخُرُوجِ دَابَّةِ الأرض من موضعها

100. Kita juga mengimani adanya tanda-tanda hari kiamat berupa keluarnya Ad-Dajjal dan turunnya Nabi ‘Isa ‘Alaihis Sallam dari langit.
Di antara kewajiban seorang muslim adalah beriman kepada hari akhir dan apa yang akan terjadi sebelum dan setelahnya. Hari kiamat tidak ada yang mengetahui kapan terjadinya kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jibril ‘alaihissalam bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Kabarkanlah kepadaku kapan terjadi hari kiamat?” Rasulullah menjawab, “Orang yang ditanya tidak lebih tahu dari bertanya.”[10]
Dan perlu diketahui bahwa hikmah disebutkannya hari kiamat adalah sebagai petunjuk agar manusia mendapat peringatan akan kepastian kematian yang tidak terlepas darinya dan menganjurkan agar hendaknya berhati – hati, dan  hendaknya bertaubat atas segala dosa – dosa yang dilakukan.[11]
Meskipun tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, namun Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya telah menerangkan tanda-tanda yang akan muncul sebelum terjadinya. Tanda-tanda hari kiamat ada dua, shugra dan kubra.
Tanda kiamat shugra banyak jumlahnya, Di antaranya yang disebutkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Jibril: “(Jibril) berkata: Kabarkan kepadaku tentang tanda-tandanya. Rasulullah menjawab: Budak perempuan melahirkan tuannya, dan kamu lihat orang yang telanjang kaki dan telanjang badan penggembala kambing berlomba-lomba meninggikan bangunan.”[12]
Adapun tanda kiamat kubra, di antaranya disebutkan dalam hadits Hudzaifah bin Usaid Al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu: Rasulullah melihat kami ketika kami tengah berbincang-bincang. Beliau berkata: “Apa yang kalian perbincangkan?” Kami menjawab: “Kami sedang berbincang-bincang tentang hari kiamat.” Beliau berkata: “Tidak akan terjadi hari kiamat hingga kalian lihat sebelumnya sepuluh tanda.” Beliau menyebutkan: “Dukhan (asap), Dajjal, Daabbah, terbitnya matahari dari barat, turunnya ‘Isa ‘alaihissalam, Ya’juj dan Ma’juj, dan tiga khusuf (dibenamkan ke dalam bumi) di timur, di barat, dan di jazirah Arab, yang terakhir adalah api yang keluar dari Yaman mengusir (menggiring) mereka ke tempat berkumpulnya mereka.”[13]
Di antara tanda kiamat kubra yang termaktub dalam hadits di atas adalah keluarnya Dajjal. Pembahasan masalah keluarnya Dajjal merupakan pembahasan penting disebabkan beberapa faktor yang disebutkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu:
1. Banyaknya orang yang menisbatkan diri kepada ilmu dan dakwah meragukan akan turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam dan terbunuhnya Dajjal.
2. Kebanyakan manusia tidak terbiasa membicarakan masalah keluarnya Dajjal dan turunnya ‘Isa bin Maryam ‘alaihissalam.[14]
Dajjal
Secara bahasa: Disebutkan oleh Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu[15] bahwa lafadz Dajjal dipakai untuk sepuluh makna. Di antaranya: Kadzdzab (tukang dusta), Mumawwih (yang menipu manusia). Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu mengatakan: “Dikatakan demikian karena dia adalah manusia yang paling besar penipuannya.”
Dalam istilah syar’i:
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu mengatakan: “Seorang laki-laki pendusta (penipu) yang keluar di akhir zaman mengaku sebagai Rabb.”[16]
Peringatan akan Keluarnya Dajjal[17]
Para nabi telah memperingatkan akan keluarnya Dajjal. Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di hadapan manusia, menyanjung Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sanjungan yang merupakan hak-Nya, kemudian menyebut Dajjal dan berkata: “Aku memperingatkan kalian darinya. Tidaklah ada seorang nabi kecuali pasti akan memperingatkan kaumnya tentang Dajjal. Nuh ‘alaihissalam telah memperingatkan kaumnya. Akan tetapi aku akan sampaikan kepada kalian satu ucapan yang belum disampaikan para nabi kepada kaumnya: Ketahuilah dia itu buta sebelah matanya, adapun Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah demikian.”[18]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Maukah aku sampaikan kepada kalian tentang Dajjal yang telah disampaikan oleh para nabi kepada kaumnya? Dia buta sebelah matanya, membawa sesuatu seperti surga dan neraka. Yang dia katakan surga pada hakikatnya adalah neraka. Aku peringatkan kepada kalian sebagaimana Nabi Nuh ‘alaihissalam memperingatkan kaumnya.”[19]
101 - وَلَا نُصَدِّقُ كَاهِنًا وَلَا عَرَّافًا وَلَا مَنْ يَدَّعِي شَيْئًا يُخَالِفُ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ وَإِجْمَاعَ الْأُمَّةِ
101. Kita tidak mempercayai (ucapan) dukun maupun peramal, demikian juga setiap orang yang mengakui sesuatu yang menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah serta Ijma’ kaum muslimin.
Perkataan ath-Thahawi[20], “ Kami tidak membenarkan perkataan dukun dan tidak pula tukang tenung”, pada asalnya, kahin adalah orang yang didatangi oleh Syaitan yang mencuri pendengaran di langit, lalu dia memberitahukanya kepada kahin ( dukun). Sebagaimana FirmanNya[21]. Sedangkan Arraf ( Tukang Ramal ) adalah orang yang mengaku mengetahui  tentang suatu hal dengan menggunakan isyarat – isyarat untuk menujukkan barang curian, atau tempat barang hilang dan semacamnya. Sering disebut tukang ramal, ahli nujum, peramal nasib dan sejenisnya.
Ahlu Sunnah berpendapat bahwa sihir itu memiliki hakikat dan meyakini bahwa hal ini benar – benar ada[22], sebagaimana dinyatakan dalam FirmanNya[23] Dan mempercayainya termasuk pembatal keislaman.[24]
Menurut bahasa, sihir berarti sesuatu yang halus dan tersembunyi. Sedangkan menurut Syar’ie adalah ‘ jimat – jimat, jampi – jampi, mantera – mantra dan buhul – buhul ( yang ditiup) yang dapat berpengaruh pada hati, akal dan badan. Maka sihir dapat meyakiti, membunuh dan memisahkan suami dengan istrinya, membuat orang saling membenci, atau membuat dua orang saling mencintai.[25]
Sihir ada dua macam[26] :
     1. Sihir hakiki, yaitu sihir yang dapat berpengaruh pada orang yang terkena, sehingga dapat membuatnya sakit atau terganggu akalnya atau bahkan membunuhnya, maka ini adalah pekerjaan setan.
2.      Sihir ilusi. Allah Ta'ala berfirman :
tA$s% ö@t/ (#qà)ø9r& ( #sŒÎ*sù öNçlé;$t7Ïm öNßgŠÅÁÏãur ã@§sƒä Ïmøs9Î) `ÏB ÷L¿e̍ósÅ $pk¨Xr& 4Ótëó¡n@ ÇÏÏÈ  
 berkata Musa: "Silahkan kamu sekalian melemparkan". Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka.[27]
                              Ini yang dinamakan dengan magic, dimana mereka melakukan sesuatu dihadapan mata orang banyak, padahal tidak punya hakikat. Kemudian tampak bagi orang yang menyaksikan, bahwa dia memukul dirinya dengan pedang, makan besi paku, atau api, atau beling kaca, atau masuk kedalam api, atau digilas oleh mobil, atau tidur di atas besi paku, atau menarik mobil dengan rambutnya, atau mendatangkan kertas biasa lalu menyulapnya kepada orang banyak sehingga menjadi uang  kertas, lalu apabila sihir itu hilang, uang itu kembali menjadi kertas biasa. Sebagaimana yang dilakukan oeh para pencopet. Diantara bentuk sihir yang lain adalah , seseorang dari tukang sihir mendatangkan seekor binatang merayap kecil lalu dengan sihirnya dia menampakkan dengan seakan – akan seekor kambbing. Demikian pula mereka memamerkan di hadapan orang banyak bahwa mereka dapat  berjalan pada seutas benang yang kecil. Dan itu dinamakan sirkus atau dinamakan juga akrobat.
                              Kesimpulannya adalah hukum bagi tukang sihir adalah dipenggal lehernya. Sebagaimana telah dilakukan oleh sahabat Umar, Jundub al – Khair, dan Hafshah binti Umar.[28] Namun yang melaksanakannya hukum tersebut adalah Ulil Amri pemerintah islams setelah melalu peroses pengadilan.
                              Dan ada sebagian Ulama yang mengatakan : “ kalau dengan sihirnya ia membunuh orang, maka ia pun dibunuh, kalau tidak, cukup ia dihukum, namun tidak sampai mati.”  Ini adalah pendapat Imam Asy –Syafi’ie dan Imam Ahmad.
                              Sebagian ulama salaf berpendapat bahwa tukang sihir kafir dan belajar sihir hukumnya haram. Para sahabat Imam Ahmad menyatakan kafir bagi orang yang belajar dan mengajarkannya.[29]
Referensi
1.      Al – Qur’an
2.      Syarah Aqidah ath – Thahaawiyyah, ta’liq Al Bani, Sofwer Maktabah Syamilah.
3.      Syarah Aqidah ath – Thahaawiyyah, Takhrij dan ta’liq Syuaib al – Arnauth dan Abdullah bin ‘Abdil Muhsin at – Turki.
4.      At – Ta’liqat al – Mukhtashsharah ala Matni al – Aqidah ath – Thahawiyah. Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al – Fauzan,
5.      Dosa – dosa Besar, Imam Adz – Zahabi.
6.      Kitab Syiah ( Dialog Sunnah Syiah), Hasyim Ali
7.      Syarah Al – Aqidah At –thahawiyah, Ibnu Abil Iz’.
8.      Kumpulan Fatwa al Lajnah ad Daimah li al Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al Ifta, Lembaga tetap pengkajian ilmiah dan riset fatwa Saudi Arabia. P.O. Box 1419 Riyadh 11431)
9.      www. Annajiyah.com
10.  Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al - Fauzan,Prinsip - prinsip Aqidah Ahlu Sunnah wal Jama'ah, terbitan Dar Al Gasem, Riyadh Saudi Arabia, Penerjemah Abu Aasia.
11.  At – Tadzkirah, Imam Al Qurtubi. Juz 1, hal 709 . Sofwer Maktabah Syamilah.
12.  Hadits Arbain, Imam An Nawawi.
13.  Lihat Qishshah Al-Masihid Dajjal wa Nuzul ‘Isa, karya Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu
14.  Syarah Lum’atul I’tiqad, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu.
15.  www.asysyariah.com Penulis : Al-Ustadz Abu Abdillah Abdurrahman Mubarak.
16.  Syarah Aqidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah, Yazid  bin Abdul Qadir Jawaz.
17.  Fathul Majid Syarah Kitabbit Tauhid, Muhammad bin Abdul Wahhab.
18.  Al – Mughni ( XII/131), Abu Muhammad al – Maqdisi, cet. I, Daarul Hadits Kairo, th. 1425 H.
19.  Mukhtasor Ma’aarijul Qabul, Al – Uqdah.



[1]. Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al – Fauzan, At – Ta’liqat al – Mukhtashsharah ala Matni al – Aqidah ath – Thahawiyah.hal 332 – 353.
[2].  Dosa – dosa Besar, Imam Adz – Zahabi. Hal 156.
[3].  Kitab Syiah ( Dialog Sunnah Syiah), Hasyim Ali. Hal 49 – 54.
[4]. Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al – Fauzan, At – Ta’liqat al – Mukhtashsharah ala Matni al – Aqidah ath – Thahawiyah.hal 332 - 334
[5].  Syarah Al – Aqidah At –thahawiyah, Ibnu Abil Iz’.
[6]. Qs. An Nisaa`: 64.

[7]. Kumpulan Fatwa al Lajnah ad Daimah li al Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al Ifta, Lembaga tetap pengkajian ilmiah dan riset fatwa Saudi Arabia. P.O. Box 1419 Riyadh 11431) / www. Annajiyah.com
[8]. Al Ankabut 50
[9]. Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al - Fauzan,Prinsip - prinsip Aqidah Ahlu Sunnah wal Jama'ah, terbitan Dar Al Gasem, Riyadh Saudi Arabia, Penerjemah Abu Aasia.
[10].HR. Muslim no. 1 / Hadist Arbain Imam An – Nawawi, Hadits ke 2.
[11]. At – Tadzkirah, Imam Al Qurtubi. Juz 1, hal 709 . Sofwer Maktabah Syamilah.
[12]. HR. Muslim no. 1
[13]. HR. Muslim no. 2901
[14]. Lihat Qishshah Al-Masihid Dajjal wa Nuzul ‘Isa, karya Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu
[15]. At-Tadzkirah
[16]. Syarah Lum’atul I’tiqad
[17]. Dikutip dari www.asysyariah.com Penulis : Al-Ustadz Abu Abdillah Abdurrahman Mubarak, Judul: Keluarnya Dajjal Sebagai Tanda Hari Kiamat.
[18]. HR. Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, 2930/169
[19]. HR. Al-Bukhari dan Muslim no. 2936
[20]. Syarah Aqidah ath – Thahaawiyyah, hal 759. Takhrij dan ta’liq Syuaib al – Arnauth dan Abdullah bin ‘Abdil Muhsin at – Turki.
[21]. QS Asy – Syu’araa’ : 221 – 223.
[22]. Lihat Fathul Majid Syarah Kitabbit Tauhid bab 23 tentang sihir ( hal. 315 – 323) dan bab 24 tentang macam – macam Sihir (hal. 325 – 332), Manhajul Imaam asy – Syafi’ie Fii Itsbatil ‘Aqidah ( 1/221 – 224)
[23]. QS Al – Baqarah : 102.
[24].  Syarah Aqidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah, Yazid  bin Abdul Qadir Jawaz, hal 376 – 377.
[25]. Al – Mughni ( XII/131), Abu Muhammad al – Maqdisi, cet. I, Daarul Hadits Kairo, th. 1425 H.
[26]. Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al – Fauzan, At – Ta’liqat al – Mukhtashsharah ala Matni al – Aqidah ath – Thahawiyah.hal 349 – 353.
[27].  Qs : Thaha : 66
[28].  Al – Mughni ( XII/134 - 135), Abu Muhammad al – Maqdisi, cet. I, Daarul Hadits Kairo, th. 1425 H, Majmuu’ Fatawaa (XXIX/384) Syaikh Islam ibnu Taimiah, dan Mukhtasor Ma’aarijul Qabul ( hal. 146 – 148).
[29].  Al – Mughni ( XII/132 - 134), Abu Muhammad al – Maqdisi, cet. I, Daarul Hadits Kairo, th. 1425 H. dan Mukhtasor Ma’aarijul Qabul ( hal. 145 - 146).

0 komentar: