Menyembelih
adalah termasuk jenis ibadah yang harus ditujukan kepada Allah semata dan tidak
boleh ditujukan kepada selain-Nya. Barangsiapa yang menujukan ibadah
sembelihannya kepada Allah semata itulah yang benar, dan barangsiapa yang
memalingkannya kepada selain Allah berarti dia telah melakukan perbuatan syirik
akbar. Dalam menyembelih, kita harus memperhatikan tempat yang kita gunakan
untuk menyembelih. Sebagian di antara kaum muslimin ada yang
menyembelih untuk Allah akan tetapi di tempat yang digunakan untuk
menyembelih kepada selain Allah. Seperti misalnya menyembelih di lapangan yang
di tempat tersebut juga digunakan untuk menyembelih kepada berhala atau
patung-patung. Bagaimana hukum masalah ini? Simak pembahasan berikut
.
.
[Larangan Beribadah di
Tempat yang Digunakan Untuk Kesyirikan]
Allah Ta’ala berfirman
:
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ
الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِّمَنْ حَارَبَ اللهَ وَرَسُولَهُ مِن قَبْلُ
لَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَآ إِلاَّ الْحُسْنَى وَاللهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ
لَكَاذِبُونَ {107} لاَتَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى
مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن
يَتَطَهَّرُوا وَاللهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ {108}
“Dan (di antara orang-orang
munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk
menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk
memecah-belah antara orang-orang mu’min serta menunggu kedatangan orang-orang
yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka
sesungguhnya bersumpah, ‘Kami tidak menghendaki selain kebaikan.’ Dan Allah
menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). Janganlah
kamu sholat dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya
mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah
lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalam masjid itu ada orang-orang yang
ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bersih.” (QS. At Taubah: 107-108)
Masjid yang terlarang untuk
sholat di masjid tersebut disebut Masjid Dhiror. Mereka yang beribadah di
Masjid Dhiror adalah orang-orang munafik. Adapun tujuan mereka mendirikan
masjid itu adalah :
1.
Untuk menimbulkan mudharat terhadap masjid Quba, sehingga masjid tersebut
dinamakan masjid Dhiror.
2.
Untuk perbuatan kufur kepada Allah, karena memang di dalamnya dipergunakan
untuk kekufuran, Orang-orang yang beribadah di sana adalah orang-orang
munafik.
3.
Untuk memecah belah kaum mukminin, agar kaum mukminin tidak semuanya shalat di
masjid Quba dan sebagiiannya sholat di masjid tersebut.
4.
Dijadikan tempat untuk menunggu kedatangan orang yang memerangi Allah dan
rasul-Nya. Disebutkan, ada seorang fasik yang bernama Abu ‘Amir pergi ke daerah
Syam. Dia dan orang-orang munafik menjalin hubungan surat-menyurat untuk
membangun masjid. Akhirnya mereka membangun masjid Dhiror tersebut atas arahan
dari Abu ‘Amir. Mereka berkumpul di masjid tersebut untuk merencanakan tindakan
makar dan tipudaya kepada Rasulullah dan para sahabtanya. [Lihat Al
Qoulul Mufiid Syarhu Kitabi at Tauhid I/147, Syaikh ‘Utsaimin]
Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah
menjelaskan : “Keberadaan masjid Dhiror adalah untuk durhaka, menimbulkan
kemudharatan, untuk melakukan kekufuran, dan untuk memecah belah kaum mukminin.
Allah melarang rasul-Nya untuk sholat di masjid tersebut, meskipun sholat yang
beliau lakukan murni ditujukan untuk Allah. Hal ini menunjukkan bahwasanya
setiap tempat yang digunakan untuk durhaka kepada Allah maka tidak boleh sholat
pada tempat tersebut. Masjid tersebut (mestinya) digunakan untuk sholat, namun
justru digunakan untuk maksiat, maka tidak boleh sholat di tempat
tersebutt. Begitu pula jika seseorang ingin menyembelih di tempat yang
digunakan untuk menyembelih kepada selian Allah maka hukumnya haram. Karena hal
tersebut sama dengan perbuatan sholat di massjid Dhiror. Yang semisal dengan
itu adalah larangan untuk sholat ketika saat terbit dan terbenamnya matahari,
karena pada kedua waktu tersebut orang-orang kafir sujud kepada matahari.”
[Al Qoulul Mufiid Syarhu Kitabi at Tauhid I/148, Syaikh ‘Utsaimin]
[Tempat Terlarang untuk
Menyembelih]
Dalil yang lebih jelas tentang
permasalahan ini sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa salam;
نذر رجل أن ينحر إبلاً ببوانة، فسأله النبي صلى الله عليه وسلم فقال: (هل
كان فيها وثن من أوثان الجاهلية يعبد)؟ قالوا: لا. قال: (فهل كان فيها عيد من
أعيادهم)؟ قالوا: لا. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (أوف بنذرك، فإنه لا
وفاء لنذر في معصية الله، ولا فيما لا يملك ابن آدم) [رواه أبو داود، وإسنادها على
شرطهما].
“Ada seorang yang bernadzar akan
menyembelih seekor unta di Buwanah (nama suatu tempat di sebelah selatan kota
Mekkah sebelum Yalamlam, atau anak bukit sebelah Yanbu’) lalu orang itu
bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi pun balik
bertanya, “Apakah di tempat itu pernah ada berhala jahiliyah yang
disembah?” Para sahabat menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya lagi, “Apakah
di tempat itu pernah dilaksanakan salah satu perayaan hari raya mereka?”
Mereka menjawab, “Tidak.” Maka Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Penuhilah nadzarmu itu. Akan tetapi tidak boleh
memenuhi nadzar yang menyalahi hukum Allah dan nadzar dalam perkara yang bukan
milik seseorang.” [HR. Abu Dawud, dan isnadnya menurut persyaratan Bukhori
dan Muslim. Dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shohihul Jami].
Syaikh Sholeh Fauzan rahimahullah
menjelaskan : “ Tidak bolehnya menyembelih di tempat tersebut (yang
digunakan untuk menyembelih kepada selain Allah) meskipun ditujukan untuk Allah
semata, karena hal itu merupakan wasilah (perantara) menuju kesyirikan.
Demikian pula menyembelih di tempat tersebut sebagai bentuk pengagungan kepada
Allah, namun menyerupai perbuatan orang-orang musyrik. Sungguh Rasulullah telah
melarang perbuatan-perbuatan yang merupakan perantara kesyirikan. Seperti
larangan sholat menghadap kubur meskipun ditujukan untuk Allah semata. Beliau
juga melarang berdoa di samping kubur meskipun orang tersebut berdoanya kepada
Allah semata. Meskipun perbuatan tersebut ditujukan untuk Allah, akan tetapi
tempat tersebut tidak boleh digunakan untuk beribadah kepada Allah…” [I’aanatul
Mustafiid bi Syarhi Kitabi at Tauhiid I/161, Syaikh Sholeh Fauzan]
Pertanyaan Nabi Sholallahu
‘alaihi wa salam tentang status dan keadaan tempat tersebut menunjukkan
bahwa jika tempat tersebut adalah tempat berhala atau perayaan orang musyrik
maka terlarang menyembelih untuk Allah di situ. Tempat yang terdapat berhala
orang musyrik dan tempat perayaan orang musyrik biasanya juga digunakan untuk
aktifitas menyembelih yang ditujukan kepada selain Allah. Oleh karena itu,
terlarang bagi seseorang untuk menyembelih di tempat tersebut, walaupun dia
menyembelihnya ditujukan kepada Allah. Terlarangnya hal itu karena menyerupai
perbuatan kaum musyrikin secara lahiriah, walaupun niatnya ikhlas untuk Allah
semata. Jika sembelihannya ditujukan untuk selain Allah Ta’ala
maka hal ini lebih parah karena merupakan perbuatan kesyirikan kepada Allah Ta’ala.
Penyerupaan dalam lahiriah ini dapat menyebabkan dampak yang besar bagi kaum
muslim yang melihatnya. Mereka akan menyangka bahwa perbuatan tersebut
dibolehkan di dalam agama Islam sehingga tanpa sadar mereka telah berbuat
kesyirikan.
[Menutup Pintu
Kesyirikan]
Hikmah larangan menyembelih yang
ditujukan kepada Allah semata di tempat yang digunakan untuk menyembelih kepada
selain Allah adalah untuk mencegah terjadinya perbuatan syirik. Islam telah
menutup segala pintu yang dapat menyebabkan seseorang melakukan kesyirikan
kepada Allah Ta’ala. Segala sebab-sebab kemaksiatan dilarang oleh
syariat.. Maka terlebih lagi jalan menuju kesyirikan, di mana hal tersebut
dapat mengantarkan seseorang ke dalam neraka selama-lamanya. Maka wahai
saudaraku berhati-hatilah terhadap jalan-jalan yang menghantarkan kepada
kesyirikan
Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam telah melarang seseorang untuk menyerupai suatu kaum,
termasuk kaum musyrikin. Beliau bersabda :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُم
“Barangsiapa yang menyerupai
suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud no. 4031 dari Ibnu
Umar radhiallahu anhuma dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam
Ash-Shahihah 1/676).
Sehingga orang yang menyerupai
kaum musyikin maka dia adalah bagian dari mereka. Hal ini memungkinkan adanya
syetan yang akan membisikkan niat yang buruk sehingga berkeyakinan bahwa
menyembelih di tempat ini lebih utama dari pada di tempat lainnya sehingga
tanpa sadar dia akan terjerumus ke dalam jurang kesyirikan. Ingatlah saudaraku
bahwa syetan tidaklah pernah berputus asa untuk menggoda manusia untuk selalu
berbuat kemaksiatan sampai akhirnya berbuat syirik.
[Jika Jenis Ibadahnya
Berebeda, Maka Tidak Mengapa]
Sebagian ulama menjelaskan,
tidak mengapa seseorang beribadah di tempat yang digunakan oleh
orang-orang kafir untuk beribadah kepada selain Allah jika jenis ibadah yang
dilakukan berbeda dengan jenis ibadah mereka. Misalnya melakukan ibadah sholat
di gereja. Hal ini pada asalnya hukumnya tidak mengapa. Bahkan hal ini pernah
dilakukan sebagian sahabat yang sholat di gereja-gereja yang terdapat berbagai
negeri, seperti yang dilakukan ‘Umar ketika sholat di Kanisah (tempat ibadah
orang Nasrani –gereja-) Baitul Maqdis. Alasanya karena ibadah sholat yang
dilakukan di gereja tersebut berbeda dengan ibadahnya orang Nasrani di tempat
tersebut. Hal ini berebeda dengan larangan shalat di masjid Dhiror dan
menyembelih di tempat yang digunakan kaum musyrikin untuk menyembelih. Kedua perbuatan
ini terlarang karena jenis ibadah yang dilakukan sama secara dhohir. Wallahu
a’lam. [Silakan lihat penjelasan masalah ini dalam At Tamhiid li
Syarhi Kitabi At Tauhiid 153-154, Syaikh Sholeh Alu Syaikh]
Demikian sekilas pembahasan
tentang hukum menyembelih di tempat yang digunakan untuk mneyembelih kepada
selain Allah. Semoga Allah menyelamatkan diri dan keluarga kita dari dosa-dosa
syirik dan segala sesuatu yang merupakan perantara kesyirikan kepada Allah
Ta’ala. Wa salallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad.
2 komentar:
afwan
sip bro
Posting Komentar